Senin, 29 Oktober 2012

Contoh Kasus Bisnis yang Kurang Beretika


*PT. X Dinilai Langgar Etika
TEMPO InteraktifJakarta:Masyarakat Profesional Madani (MPM) menilai perusahaan pemenang tender dua tanker raksasa (very large crude carrier/VLCC) PT. X dan PT. Y telah melanggar etika bisnis karena perusahaan asal AS itu akan menjual kembali kapal itu kepada Shipping Finance International Limited. Selanjutnya, Shipping Finance akan menyewakan tanker tersebut kepada pihak ketiga. "Itu artinya PT. Y tidak lebih hanya sebagai broker. Karena ternyata mereka bukan pembeli akhir, melainkan sebagai makelar saja," kata Ketua MPM, Ismed Hasan Putro, di Jakarta, Kamis (1/7). Menurutnya, rencana penjualan tanker kepada Shipping Finance itu dimuat dalam siaran pers Frontline tertanggal 14 Juni 2004. 
Namun hingga kini belum diketahui siapa pihak ketiga yang akan menyewa VLCC yang hampir selesai pembangunannya di galangan Hyundai Heavy Indistries Co Ltd, Korea. Ismed menambahkan, rencananya dana dari pihak ketiga itu yang akan digunakan PT. Y untuk melunasi pembelian dua buah VLCC senilai US$ 184 juta kepada PT. X  Itu berarti, penyelesaian transaksi atau pembayaran tanker akan sangat tergantung dari pihak ketiga. Informasi mengenai rencana PT. Y  itu disampaikan Ismed kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sejumlah data dan dokumen yang ditemukan MPM diterima langsung oleh Ketua KPK, Erry Riyana Hardjapamekas. Ismed menegaskan, bukti baru itu menunjukkan bahwa direksi PT. X  telah dipermainkan oleh konsultan tender Goldman Sachs dan PT. Y karena itu, Masyarakat Madani meminta KPK untuk menindaklanjuti temuan tersebut. Kepolisian dan kejaksaan juga diminta melakukan investigasi mengenai hal ini.  Ismed juga curiga bahwa kesanggupan PT. Y  membayar uang muka sebesar 20 persen kepada PT. X karena ia memperoleh keuntungan dari selisih harga tender dengan harga pasar internasional. 
Berdasarkan informasi yang diperoleh Masyarakat Madani, harga dua VLCC di Singapura saat ini mencapai US$ 210-220 juta. Sementara dalam tender itu PT. X hanya memperoleh US$ 184 juta. Itu berarti, lanjutnya, PT. Y tidak mengeluarkan uang sama sekali atau bersih dari pembayaran VLCC. Menurut Ismed, masalah pelanggaran etika bisnis itu sebenarnya bisa diajukan ke pengadilan Amerika. Berkaitan dengan itu, rencananya MPM akan menyampaikan hal itu ke kedutaan AS di Jakarta, besok.  Bagi MPM, target utama yang ingin dicapai agar pasar Amerika mengetahui bahwa telah terjadi penyelewengan etika oleh perusahaan Amerika dalam berbisnis di Indonesia.

Komentar :
Dari kasus diatas sudah jelas  terlihat bahwa PT. Y melanggar etika dalam berbisnis dalam hal ini pembelian kapal oleh pihak PT. Y yang akan dijual kembali ke Shipping Finance International Limited. Disini terjadi pelanggaran etika ketidakjujuran PT. Y dalam berbisnis, sebagai saran untuk melakukan kerjasama agar lebih bijaksana dalam mengambil keputusan dan mem[elajari  latar belakang perusahan yang akan menjadi patner bisnisnya agar tidak terjadi kecurangan yang dapat menimbulkan kerugian dikemudian hari.
Sumber :

*Contoh Kasus Tentang Bisnis yang Tidak Beretika “Langgar Hak Paten, Ericsson Gugat Samsung”

Kata paten, berasal dari bahasa inggris patent, yang awalnya berasal dari kata patere yang berarti membuka diri (untuk pemeriksaan publik), dan juga berasal dari istilah letters patent, yaitu surat keputusan yang dikeluarkan kerajaan yang memberikan hak eksklusif kepada individu dan pelaku bisnis tertentu. Dari definisi kata paten itu sendiri, konsep paten mendorong inventor untuk membuka pengetahuan demi kemajuan masyarakat dan sebagai gantinya, inventor mendapat hak eksklusif selama periode tertentu. Mengingat pemberian paten tidak mengatur siapa yang harus melakukan invensi yang dipatenkan, sistem paten tidak dianggap sebagai hak monopoli.

Menurut undang-undang nomor 14 tahun 2001 tentang Paten, Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada Inventor atas hasil Invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri Invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya. (UU 14 tahun 2001, pasal 1, ayat1).
Secara umum, ada tiga kategori besar mengenai subjek yang dapat dipatenkan: proses, mesin, dan barang yang diproduksi dan digunakan. Proses mencakup algoritma, metode bisnis, sebagian besar perangkat lunak (software), teknik medis, teknik olahraga dan semacamnya. Mesin mencakup alat dan aparatus. Barang yang diproduksi mencakup perangkat mekanik, perangkat elektronik dan komposisi materi seperti kimia, obat-ob
atan, DNA, RNA, dan sebagainya.

Raksasa perangkat jaringan mobile Ericsson melayangkan gugatan terhadap pembuat ponsel Samsung Electronics. Gugatan ini diajukan karena Samsung dituduh telah melanggar hak paten. “Kami sudah melayangkan gugatan hukum kepada Samsung terkait pelanggaran hak paten di Amerika Serikat, Inggris, Jerman dan Belanda,” kata Ase Lindskog, juru bicara Ericsson. Menurut Lindskog, pihaknya telah melakukan negosiasi besar dengan Samsung terkait pembaharuan lisensi. “Kesepakatan mereka dengan kami telah berakhir sejak 31 Desember tahun lalu,” ujarnya lagi. Masalahnya, Samsung masih memakai paten ponsel yang tidak berlisensi lagi. Ketika dikonfirmasi, juru bicara Samsung di Seoul masih enggan mengomentari masalah ini.

Entah iri atau ingin menjatuhkan rival, yang jelas kasus pelanggaran paten dan perlawanan legal lainnya sudah sering bahkan biasa terjadi di sektor teknologi. Bisa jadi karena perusahaan telah menghabiskan banyak dana untuk penelitian dan pengembangan (R&D). Selain Samsung, Ericsson juga pernah menggugat Qualcomm. Tahun lalu Ericsson pernah mengadu ke Uni Eropa karena Qualcomm dituduh telah ‘mencekik’ kompetisi di pasar chip ponsel. Kembali ke gugatan terhadap Samsung. Lindskog mengatakan beberapa paten teknologi yang digugat Ericsson kepada Samsung adalah GSM (Global System for Mobile Communications), GPRS (General Packet Radio Service) dan EDGE (Enhanced Data rates for GSM Evolution). “Ini adalah tindakan yang patut disayangkan, tetapi kami harus melindungi para pemegang saham dan investor kami karena kami sudah menginvestasikan banyak dana di R&D selama bertahun-tahun,” kata Lindskog.

http://apresha-etikabisnis.blogspot.com/2010/11/contoh-kasus-tentang-bisnis-yang-tidak.html


TUGAS KE 1. MK ETIKA BISNIS (PENGERTIAN BISNIS), (ETIKA BISNIS), (INDIKATOR ETIKA BISNIS)


Nama   : Suhadi daru saputro
NPM   : 16209280
Kelas   : 4 EA 16
 
*PENGERTIAN BISNIS
Bisnis adalah suatu organisasi yang menjual barang atau jasa kepada konsumen atau bisnis lainnya, untuk mendapatkan laba. Secara historis kata bisnis dari bahasa Inggris business, dari kata dasar busy yang berarti “sibuk” dalam konteks individu, komunitas, ataupun masyarakat. Dalam artian, sibuk mengerjakan aktivitas dan pekerjaan yang mendatangkan keuntungan. Dalam ekonomi kapitalis, dimana kebanyakan bisnis dimiliki oleh pihak swasta, bisnis dibentuk untuk mendapatkan profit dan meningkatkan kemakmuran para pemiliknya. Pemilik dan operator dari sebuah bisnis mendapatkan imbalan sesuai dengan waktu, usaha, atau kapital yang mereka berikan. Namun tidak semua bisnis mengejar keuntungan seperti ini, misalnya bisnis koperatif yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan semua anggotanya atau institusi pemerintah yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Model bisnis seperti ini kontras dengan sistem sosialistik, dimana bisnis besar kebanyakan dimiliki oleh pemerintah, masyarakat umum,atauserikatpekerja.

Secara etimologi, bisnis berarti keadaan dimana seseorang atau sekelompok orang sibuk melakukan pekerjaan yang menghasilkan keuntungan. Kata “bisnis” sendiri memiliki tiga penggunaan, tergantung skupnya — penggunaan singular kata bisnis dapat merujuk pada badan usaha, yaitu kesatuan yuridis (hukum), teknis, dan ekonomis yang bertujuan mencari laba atau keuntungan. Penggunaan yang lebih luas dapat merujuk pada sektor pasar tertentu, misalnya “bisnis pertelevisian.” Penggunaan yang paling luas merujuk pada seluruh aktivitas yang dilakukan oleh komunitas penyedia barang dan jasa. Meskipun demikian, definisi “bisnis” yang tepat masih menjadi bahan perdebatan hingga saat ini.

sumber : http://dahlia-lya.blogspot.com/2011/11/pengertian-bisnis.html

* PENGERTIAN ETIKA BISNIS

Etika bisnis merupakan cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan dan juga masyarakat. Etika Bisnis dalam suatu perusahaan dapat membentuk nilai, norma dan perilaku karyawan serta pimpinan dalam membangun hubungan yang adil dan sehat dengan pelanggan/mitra kerja, pemegang saham, masyarakat.
Perusahaan meyakini prinsip bisnis yang baik adalah bisnis yang beretika, yakni bisnis dengan kinerja unggul dan berkesinambungan yang dijalankan dengan mentaati kaidah-kaidah etika sejalan dengan hukum dan peraturan yang berlaku.
Etika Bisnis dapat menjadi standar dan pedoman bagi seluruh karyawan termasuk manajemen dan menjadikannya sebagai pedoman untuk melaksanakan pekerjaan sehari-hari dengan dilandasi moral yang luhur, jujur, transparan dan sikap yang profesional.

sumber : http://www.wikipedia indonesia

*INDIKATOR ETIKA BISNIS

Implementasi etika dalam penyelenggaraan bisnis mengikat setiap personal menurut bidang tugas yang diembannya. Dengak kata lain mengikat manajer, pimpinan unit kerja dan kelembagaan perusahaan. Semua anggota organisasi/perusahaan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi harus menjabarkan dan melaksanakan etika bisnis secara konsekuen dan penuh tanggung jawab. Dalam pandangan sempit perusahaan dianggap sudah dianggap melaksanakan etika bisnis bilamana perusahaan yang bersangkutan telah melaksanakan tanggung jawab sosialnya. Dari berbagai pandangan etika bisnis, beberapa indikator yang dapat dipakai untuk menyatakan bahwa seseorang atau perusahaan telah mengimplementasikan etika bisnis antara lain adalah:
1.   Indikator Etika Bisnis menurut ekonomi adalah apabila perusahaan atau pebisnis telah melakukan pengelolaan sumber daya bisnis dan sumber daya alam secara efisien tanpa merugikan masyarakat lain.

2.   Indikator Etika Bisnis menurut peraturan khusus yang berlaku. Berdasarkan indikator ini seseorang pelaku bisnis dikatakan beretika dalam bisnisnya apabila masing-masing pelaku bisnis mematuhi aturan-aturan khusus yang telah disepakati sebelumnya.

3.   Indikator Etika Bisnis menurut hukum. Berdasarkan indikator hukum seseorang atau suatu perusahaan dikatakan telah melaksanakan etika bisnis apabila seseorang pelaku bisnis atau suatu perusahaan telah mematuhi segala norma hukum yang berlaku dalam menjalankan kegiatan bisnisnya.

4.   Indikator Etika Bisnis berdasarkan ajaran agama. Pelaku bisnis dianggap beretika bilamana dalam pelaksanaan bisnisnya senantiasa merujuk kepada nilai-nilai ajaran agama yang dianutnya.

5.   Indikator Etika Bisnis berdasarkan nilai budaya. Setiap pelaku bisnis baik secara individu maupun kelembagaan telah menyelenggarakan bisnisnya dengan mengakomodasi nilai-nilai budaya dan adat istiadat yang ada disekitar operasi suatu perusahaan, daerah dan suatu bangsa.

6.   Indikator Etika Bisnis menurut masing-masing individu adalah apabila masing-masing pelaku bisnis bertindak jujur dan tidak mengorbankan integritas pribadinya.